Monday, November 17, 2014

Analisa kasus kegiatan ekonomi

Pakailah metode berfikir 'six thinking hats' dari De Bono (Bahan diskusi di kelas)

Harga Bahan Bakar Minyak Naik
Harga premium naik Rp 2.000 menjadi Rp 8.500 per liter. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) itu diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo, Senin malam, 17 November 2014. Turut naik juga harga solar menjadi Rp 7.500 per liter dari sebelumnya Rp 5.500 per liter. "Harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 WIB terhitung sejak 18 November 2014," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. (Baca: Jokowi: Harga BBM Naik Rp 2.000 Per Liter)
Jika nanti harga BBM subsidi dinaikkan, Jokowi sudah mempunyai program khusus pemberian subsidi langsung kepada masyarakat. Metodenya seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) secara transparan kepada masyarakat yang kurang mampu.
"Kita punya program social-map jadi setiap orang yang punya hak menerima bantuan langsung masuk ke daftar. Anda kategori miskin langsung dapat social-map ini karena adanya kenaikkan harga BBM subsidi," jelasnya.
000
Di tempat yang sama pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy berpendapat jika harga BBM subsidi dinaikkan Rp 1.000/liter saja maka akan inflasi akan naik 1,43%. Selain itu laju presentase kemiskinan juga akan naik 0,41%."Artinya akan ada 1,5 juta hingga 1,6 juta masyarakat miskin baru jika harga BBM subsidi naik Rp 1.000/Liter," katanya.
000
Meski kenaikan harga BBM adalah keputusan politik-ekonomi, Rommy berpendapat setidaknya ada lima alasan yang rasional mengapa BBM bersubsidi harus naik, dengan atau tanpa kompensasi.
"Harga BBM bersubsidi Rp 4.500 per liter terlalu murah, jauh berbeda dengan harga BBM industri yang mencapai Rp 9.300 per liter," kata dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (4/6/2013).
Harga BBM Indonesia, kata Rommy, termurah di kawasan ASEAN. Menurut Rommy, bandingkan harga Rp 4.500 di Indonesia untuk Ron 90, misalnya dengan Vietnam untuk Ron 92, yang mencapai Rp 15.553, di Laos Rp 13.396, di Kamboja Rp 13.298, di Myanmar Rp 10.340.

"Bahkan harga BBM bersubsidi Indonesia adalah yang termurah di dunia untuk ukuran negara net importer," kata Rommy.
Murahnya harga BBM telah merangsang penyelundupan, baik kepada sektor industri atau pertambangan, maupun penyelundupan ke luar negeri.
Harga BBM fosil yang murah, kata Rommy, menghambat munculnya energi alternatif, seperti bahan bakar nabati, baik berbasis etanol maupun CPO. "Tidak bisa bersaing," tegasnya.  Bahan bakar alternatif seperti gas, menurut dia, tidak berkesempatan tumbuh karena harganya relatif dekat dengan BBM bersubsidi.
Sejak awal dekade 2000, Rommy menjelaskan bahwa Indonesia telah beralih status dari negara eksportir menjadi net importir minyak.
"Publik perlu diberikan pemahaman bahwa perlu pergeseran paradigma dalam meletakkan Indonesia dari eksportir menjadi importir," ujar dia.
"Subsidi BBM yang berlangsung selama ini tidak sesuai ketentuan pasal 7 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang menyebutkan subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu," papar dia.
Kenyataannya, lanjut Rommy, subsidi BBM dinikmati lebih 70% oleh kelas menengah pemilik mobil pribadi dan sepeda motor bersilinder tinggi. Sehingga pengurangan subsidi BBM yang disertai kompensasi kepada masyarakat golongan ekonomi terlemah dimaksudkan untuk membenahi subsidi yang salah sasaran itu.
"Seperlima APBN kita tersedot untuk subsidi energi yg bersifat konsumtif," tegas Rommy.

Ruang gerak belanja negara untuk sektor produktif yang lebih bersifat jangka panjang, kata Rommy, menjadi terbatas. Akibatnya daya saing yang tercipta di pasar internasional semu, didominasi oleh produk mentah yang mengandalkan buruh murah dan harga energi yang murah. "Padahal murahnya harga energi karena disubsidi," kata dia.


Dari berbagai sumber



No comments:

Post a Comment